Bidadari yang Terasing dari Halmahera
Menari gemulai di atas udara sambil mengeluarkan suara merdu di tengah hutan belantara.
Bidadari Halmahera. Foto: Taman Nasional Ake Tajawe
Si pemilik bulu hijau zamrud di dada, ungu di bagian mahkota, dua pasang bulu putih menjulang di balik lekuk sayap ini menambah pesona si jantan, seekor burung bidadari Halmahera. Si jantan ini sedang menarik perhatian si burung betina yang hanya memperhatikan sebentar. Bila si betina terpikat tak ragu dan malu menghampiri si jantan yang bersifat Poligami. Pada saat musim bercumbu atau musim kawin, keindahan burung Bidadari dari Halmahera ini akan banyak terlihat.
Tidak semua daerah memiliki keindahan seperti burung ini. Demi untuk menyaksikan keindahan burung ini mesti menempuh perjalanan jauh ke bumi Maluku Utara. Dengan potensi alam yang berlimpah ruah, laut dan pantai memikat hati, terumbu karang nan indah dan berbagai keajaiban fauna, di antaranya burung Bidadari.
Di musim kawin, keindahan burung ini semakin membuat mata terbelalak. Burung jantan akan merayu dan bernyanyi demi menarik perhatian si betina. Belum lagi, burung ini lebih suka berkumpul sambil menari di udara, terkesan ingin memamerkan keindahan bulu-bulunya yang berkibar cantik. Tentang hasrat bercinta burung ini turun naik, sangat tergantung keinginan si jantan dan betina.
Pengunjung yang datang ke sini, pastinya terpesona, jatuh cinta menyaksikan keindahan si burung bidadari Halmahera. Dalam bahasa latinnya Semioptera Wallacii dan ditemukan Alfred Russel Wallace di tahun 1858. Merupakan burung edemik Kepulauan Maluku, masyarakat lokal menyebutnya Weka Weka. Disebut Bidadari yang terasing dari Halmahera, lantaran burung ini sejenis dengan burung Cendrawasih.
Dalam bahasa Inggris burung ini dikenal dengan nama Standarwin, Bersaudara jauh dengan burung-burung asal Papua, si Bidadari Halmahera ini adalah jenis burung edemik yang hanya ada di Provinsi Maluku Utara, yang meliputi Pulau Halmahera, Pulau Bacan, dan Pulau Obi.
Namun populasi burung terancam punah, akibat penebangan dan penjarahan hutan di Halmahera. Hingga kini, populasinya di alam bebas hanya sekitar 50 hingga 100 ekor. Untuk menikmati burung yang nyaris punah ini bisa ditemui di Taman Nasinal Aketajawe Lolobata (TNAL). Di taman nasional ini juga terdapat burung lain seperti Kakatua Putih (Cacatua alba), Kasturi Ternate (Lorius Garrulus), Paok Halmahera (Pitta Maxima), Perham (Durcala pp) dan Walik (Ptilinopus Spp).
Di taman nasional ini tidak perlu khawatir akan ketandusan hutan, karena alam liar Halmahera terawat dengan baik. Kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak tahun 2004. Enam tahun kemudian, pada 2010 menetapkan blok Lolobata seluas 90.200 hektar dan tahun 2014 untuk blok Aketajewa seluas 77.100 hektar.
Untuk menikmati keindahan satwa di Aketajewa-Lolobata ini membutuhkan perjuangan panjang. Sangat disarankan menyiapkan beberapa perlengkapan standar seperti P3K saat menempuh perjalanan ke alam bebas ini. Dengan medan perjalanan terbilang berat, yaitu tak melulu melewati jalan beraspal, tetapi juga jalan licin dan melintasi beberapa arus sungai. Sebaiknya membawa perlengkapan baju ganti untuk antisipasi.
Ternyata, tak hanya menikmati keindahan satwa, di TNAL juga terdapat kelompok-kelompok suku yang hidup berkelana dan bergaya hidup sederhana. Nah untuk menikmati keindahan Bidadari Halmahera ini sebaiknya sebelum pukul delapan pagi saat burung ini akan terbang jauh masuk ke hutan. Para turis domestik Indonesia belum terlalu familiar, berbeda dengan turis mancanegara yang memang merencanakan dan persiapkan waktu khusus demi menikmati keindahan Bidadari dari Halmahera ini. Aktivitas ini sangat menantang adrenalin lantaran demi mendapatkan momen eksotis dan keindahan burung ini hanya dengan waktu dan jam tertentu saja.
Keindahan Bidadari Halmahera
Tingkah pola dari burung yang sensitif dan pemalu ini sangat aktif dan dinamis. Tak pernah bertengger lama di batang pohon, langsung menari-nari dan bernyanyi di udara. Si butrung ini akan kembali lagi ke batang pohon yang sama. Menikmati pemandangan ini sangat sulit, lantaran keberadaan Bidadari Halmahera selalu berada di rerimbunan dedaunan, jarang tampil di ranting terbuka.Apalagi ukuran burung ini hanya 28 senitimeter. Bidadari Halmahera merupakan pemakan serangga, antropoda, dan buah-buahan yang memiliki bulu berwarna coklat zaitun. Perbedaan antara si jantan dan betina, yaitu si jantan memiliki mahkota berwana ungu atau ungu pucat mengkilap, si betina tidak.
Ciri khas burung ini memiliki dua pasang bulu yang panjang melengkung tidak lebar tapi lembut keluar dari pangkalan sayap dengan warna putih susu berukuran panjangnya sekitar 15 sentimeter. Keunikan kedua pasang bulu yang menjulur ini hanya dalam waktu tertentu. Si jantan akan menjulur saat fajar sekitar pukul lima pagi hingga tujuh pagi sambil melakukan tarian di puncak pohon guna menarik perhatian para burung betina. Burung ini memiliki keindahan yang terlihat dari leher dan dada berwarna hijau zamrud. Pada bulu di dadanya terlihat seperti perisai, semakin ke bawah seperti terpisah ke sayap kiri dan kanan.
Pada burung betina, meski warna sama namun lebih dominan cokelat zaitun, berbulu ekornya lebih panjang dan berpostur tubuh lebih kecil. Baik jantan dan betina, memiliki warna kaki kuning kemerahan, di bagian paruhnya seperti tanduk dan bermata hijau seperti buah zaitun.
Burung ini memiliki sifat pemalu dan hanya mendiami sebagian besar kawasan hutan di Tanah Putih, Gunung Gamkonora, Hutan Damanto, Taman Nasional Aketajawe Lolobata, juga hutan Wasiley, Gunung Sibela, dan Pulau Bacan, juga Teluk Weda. Dengan perjalanan kawasan hutan nan jauh ini tentu membutuhkan perjuangan panjang, namun terbayar sudah sampai di sana menyaksikan tarian dan nyanyian para burung bidadari yang terasing dari Halmahera. [red]
Posting Komentar