Awasi Bersama Donasi Covid-19
Spiritnews.media | Jakarta - Gotong royong. Dua kata yang erat sekali dengan filosofi hidup bermasyarakat di Indonesia dalam segala situasi, termasuk saat pandemi virus corona (Covid-19) seperti sekarang ini. Sejak virus corona jenis baru, SARS-CoV-2, menjangkit Tanah Air pada awal Maret 2020 lalu hingga hari ini, wujud gotong royong itu bisa terlihat jelas.
Mulai dari pesohor hingga masyarakat biasa, semua saling bahu membahu menggalang dana untuk membantu memenuhi kebutuhan mereka yang terdampak Covid-19. Seperti para tenaga medis yang butuh alat pelindung diri (APD), hingga kebutuhan pokok bagi para pekerja informal yang penghasilannya berkurang atau bahkan hilang akibat pandemi ini.
Tak hanya masyarakat, pemerintah dalam menangani Covid-19 juga membuka pintu donasi bagi mereka yang ingin membantu meringankan beban sesamanya. Donasi yang bisa berupa uang maupun barang itu mulai digalang pemerintah sejak akhir Maret 2020 dan dikelola oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang diketuai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
Adapun donasi berupa uang yang berasal dari dalam negeri bisa disalurkan melalui rekening Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan nomor 0329-01-004314-30-6 atas nama RPL 175 PDHL BNPB COVID-19 DN.
Sementara donasi berupa uang yang berasal dari luar negeri bisa disalurkan melalui rekening Bank Negara Indonesia (BNI) dengan nomor 2019191251 atas nama RPL 175 PDHL BNPB COVID-19 LN. Kode unik atau SWIFT code yang digunakan adalah BNINIDJA*.
Seperti uang, donasi berupa barang juga dibedakan berdasarkan asalnya. Dari dalam negeri, barang bisa dikirim ke Kantor BNPB di Jakarta Timur. Namun, pengirim harus membuat surat pemberitahuan lebih dulu terkait rincian barang kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo.
Sedangkan donasi berupa barang dari luar negeri, pengirim bisa mengajukan permohonan keringanan bea cukai ke BNPB melalui alamat surel klnbnpb@gmail.com dengan tembusan ke alamat surel bnpb.pusdalops@gmail.com.
Setelah mengajukan permohonan, surat rekomendasi akan dikeluarkan dalam waktu delapan jam kerja dengan catatan bahwa ketidaklengkapan dokumen dapat memperlambat respons BNPB dalam memberikan surat rekomendasi yang dibutuhkan tersebut. Para donatur bisa mengakses informasi lebih lanjut lewat tautan https://loker.bnpb.go.id/s/InformasiImporBarangCovid-19.
Berdasarkan laporan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto, hingga Minggu (12/04/2020), pemerintah telah menerima donasi sebesar Rp194,9 miliar dari masyarakat Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri, hingga dunia.
"Penghargaan yang setinggi-tingginya untuk masyarakat yang mendonasikan sebagian hartanya untuk pelayanan Covid-19," tutur Yuri dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta, Minggu (12/04/2020).
Selain donasi dalam bentuk uang, saat ini juga sudah ada sebanyak 18.000 relawan yang telah terdaftar untuk bersama-sama menangani Covid-19 di Tanah Air.
Perlu Pengawasan
Banyaknya donasi yang terkumpul tidak dapat dipungkiri memunculkan potensi adanya penyalahgunaan. Maka itu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kejaksaan untuk ikut mengawasi berbagai kegiatan dan pemanfaatan penggunaan bantuan yang diberikan berbagai pihak untuk menghadapi pandemi Covid-19 itu.
"Saya berharap ada transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan wabah virus corona sekarang ini. Tidak boleh sampai terjadi korupsi di tengah upaya besar kita untuk menghadapi bencana yang luar biasa ini," tegas Doni Monardo seperti dilansir ANTARA, Sabtu (11/04/2020).
Pihaknya tidak akan berkompromi terhadap berbagai penyimpangan yang terjadi. Kepala BNPB ini meminta aparat hukum untuk menindak tegas siapa pun yang berupaya untuk mengambil keuntungan pribadi di tengah usaha bersama menyelamatkan bangsa dari ancaman virus corona.
"Saya juga mengajak masyarakat dan media untuk ikut mengawasi berbagai bantuan yang telah diberikan banyak negara dan kelompok masyarakat untuk menanggulangi virus corona. Laporkan saja kepada aparat penegak hukum apabila ada yang mencoba bermain-main dengan berbagai bantuan yang telah diterima dan penyalahgunaan perizinan bea masuk terhadap barang-barang untuk penanganan Covid-19," tuturnya.
Lebih lanjut Doni Monardo juga mengingatkan masyarakat agar jangan mengambil keuntungan yang tidak wajar dalam menjalankan usaha berkaitan dengan penanganan Covid-19. Pasalnya, pihaknya masih menerima banyak keluhan dari masyarakat tentang masker yang langka atau harga jualnya melambung tinggi.
"Saya ingin mengingatkan, ada UU (Undang-Undang) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kepada siapa saja yang mengganggu akses dalam penanganan kebencanaan seperti sekarang ini bisa dikenakan tindakan pidana sesuai Pasal 77," tegasnya.
Sebagai informasi, Pasal 50 Ayat (1) UU 24/2007 menjelaskan bahwa dalam hal status keadaan darurat bencana, BNPB mempunyai kemudahan akses terhadap pengerahan sumber daya manusia; pengerahan peralatan; pengerahan logistik; imigrasi, cukai, dan karantina; perizinan; pengadaan barang/jasa; pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang; penyelamatan; dan komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.
Sementara kepada mereka yang dinilai menghambat akses BNPB dalam menanggulangi bencana, maka pada Pasal 77 ditetapkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat kemudahan akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun atau paling lama enam tahun dan denda paling sedikit Rp2 miliar atau denda paling banyak Rp4 miliar.
Doni Monardo pun membuka kesempatan kepada masyarakat untuk melapor apabila ada pihak yang diketahui mencoba menimbun atau mempermainkan harga dari produk-produk yang dibutuhkan masyarakat sekarang ini.
"Gugus Tugas akan memberikan tindakan tegas kepada mereka yang mempersulit kehidupan masyarakat," katanya.
Hukuman Mati
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri juga sudah mengingatkan semua pihak untuk tidak melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19. Apabila ada yang nekat, maka hukuman mati yang akan menantinya.
"Masa sih ada oknum yang masih melakukan korupsi karena tidak memiliki empati kepada NKRI. Ingat, korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati," tegasnya dalam keterangan tertulis, 21 Maret 2020.
Bukan gertak sambal. Ancaman hukuman mati tersebut merupakan amanat dari UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jelas disebutkan dalam Pasal 2 bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Adapun yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam beleid ini adalah apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
Komitmen KPK terkait pengawasan penggunaan anggaran penanganan Covid-19 ini pun ditegaskan kembali dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 Terkait Dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.
Selain menerbitkan SE, KPK juga membentuk tim khusus untuk mengawal dan bekerja bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat pusat dan daerah, serta dengan pemangku kepentingan lainnya.
“Mengingat saat ini salah satu kegiatan penting adalah pengadaan barang dan jasa (PBJ) dalam penanganan Covid-19, seperti pengadaan APD, maka KPK dalam upaya pencegahan korupsi, monitoring, dan koordinasi membantu Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat nasional dan daerah terkait dengan pencegahan korupsi,” kata Firli Bahuri dalam keterangan tertulisnya, 2 April 2020.
Langkah ini merupakan respons KPK terkait dengan arahan Presiden agar KPK turut mengawasi proses percepatan penanganan Covid-19.
KPK merasa perlu mengambil langkah-langkah tersebut untuk menghilangkan keraguan bagi pelaksana di lapangan tentang pidana korupsi yang berpotensi dapat dikenakan kepada pelaksana. Padahal, saat ini kondisinya darurat dan membutuhkan kecepatan dalam eksekusinya.
“Dalam Surat Edaran tertera rambu-rambu pencegahan yang diharapkan dapat memberi kepastian bagi pelaksana pengadaan bahwa sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, maka proses PBJ tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan,” jelas Firli.
Beberapa prinsip yang ditekankan KPK dalam SE tersebut, di antaranya agar pelaksanaan PBJ selalu didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk aturan yang secara khusus dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Dari kajian yang pernah dilakukan maupun penanganan perkara, KPK mengidentifikasi sejumlah modus dan potensi korupsi dalam PBJ. Seperti, persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa, menerima kickback, penyuapan, gratifikasi, benturan kepentingan, perbuatan curang, berniat jahat memanfaatkan kondisi darurat, hingga membiarkan terjadinya tindak pidana.
Maka itu, KPK juga mendorong keterlibatan aktif Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan BPKP untuk melakukan pengawalan dan pendampingan terkait proses pelaksanaan PBJ dengan berkonsultasi kepada LKPP.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo dan Ketua KPK Firli Bahuri, serta adanya pengawasan dari masyarakat, menegaskan dana donasi yang terkumpul hingga ratusan miliar dan bahkan bisa lebih tersebut dapat digunakan pemerintah secara optimal, tepat sasaran, dan tak ada sepeser pun masuk kantong pribadi pejabat negara. (Foto: ANTARA)
Posting Komentar