ATASI EMOSI NEGATIF IMBAS KULIAH DARING DI MASA PANDEMI COVID-19
Oleh: Tia Rahmania, M.Psi.,Psikolog. Dekan Fakultas Falsafah dan Peradaban, Universitas Paramadina dan Ketua Asosiasi Psikolog Pendidikan (APSI) Wilayah Banten |
Kasus infeksi positif Covid-19 di
Tanah Air masih terus bertambah, banyaknya kasus positif di Indonesia hingga
Kamis, (7/05/2020) telah berjumlah 12.776 kasus sejak kasus pertama diumumkan
pada 2 Maret 2020 (Nugraheny, 2020). Pandemi
Covid-19 ini menimbulkan pengaruh pada masyarakat, salah satunya hadir
kebijakan kuliah daring (online) yang kemudian menjadi topik hangat dalam
pendidikan di Indonesia, karena menjadikan terbentuknya budaya baru hampir pada
semua lini dunia pendidikan Indonesia. Adanya surat edaran Mendikbud Nomor 3
Tahun 2020 tentang pencegahan COVID-19 pada satuan Pendidikan, sebagai upaya mendukung
pencegahan penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).
Penemuan pada masyarakat Cina
sebagai negara yang pertama kali munculnya pandemi Covid-19 menunjukan adanya
peningkatan emosi negatif (kecemasan, depresi, dan kemarahan) dan sensitivitas
terhadap risiko sosial, serta penurunan emosi positif dan kepuasan hidup
setelah diumumkannya wabah COVID-19 ini (Li, Wang, Xue, Zhao, and Zhu, 2020).
Sesungguhnya, budaya daring pada pendidikan tinggi dapat berpotensi sangat
menegangkan bagi mahasiswa (Ramos & Borte, 2012; Capdeferro & Romero,
2012 dalam Hoang, 2015). Jika dipersepsi secara negatif, akan menimbulkan stres
yang dapat memengaruhi kinerja akademik siswa (Stewart et al., 1999, dalam
Hoang, 2015) dan kepuasan hidup mereka secara keseluruhan (Chang, 1998). Belum
lagi situasi saat ini yang ternyata menjadikan masyarakat tetap beraktivitas di
rumah lebih lama karena banyaknya daerah yang memperpanjang PSBB (Pembatasan
Sosial Berskala Besar) menuntut mahasiswa lebih lama mengalami pembelajaran
secara daring. Tidak mengherankan bila kondisi sekarang secara umum berpotensi
mendorong hadirnya emosi negatif pada masyarakat sehingga menjadikan rentannya
kondisi psikologis masyarakat. Hal ini perlu diperhatikan mengingat emosi
negatif jangka panjang dapat mengurangi fungsi kekebalan tubuh manusia dan
menghancurkan keseimbangan mekanisme fisiologis normal (Kiecolt-Glaser,
McGuire, Robles, Glaser, 2002, dalam Li, Wang, Xue, Zhao, dan Zhu, 2020).
Pada metode kuliah daring di masa pandemi Covid-19 ini
ternyata terdapat 4 (empat) kelompok dosen yang menerapkan metode daring
(Tanan, 2020).
Kelompok 1
Dosen di kelompok ini melakukan kuliah daring sebatas
mengirim bahan ajar melalui media sosial yang populer seperti Whatsapp (WA)
atau melalui email. Sebagai akibatnya pengalaman kuliah yang sangat beragam
hanya tergantikan oleh komunikasi melalui WA atau email. Ini tentunya
dapat membuat mahasiswa merasa bosan dan sangat merasakan kehilangan suasana
kuliah seperti yang mereka nikmati sebelumnya.
Kelompok 2
Dosen di kelompok yang kedua ini melakukan kuliah
melalui platform seperti Moodle, Edmodo, Google Classroom, Schoology
atau platform lain yang sejenis. Dosen di level 2 paham tentang LMS
(Learning Management System) dan dapat memanfaatkan fitur-fitur yang ada
misalnya untuk melakukan kuis. Namun demikian komunikasinya yang terjadi masih
sebatas bertukar catatan saja dan tidak ada interaksi yang langsung secara
verbal, atau secara verbal dan visual sekaligus misalnya melalui video
call. Mahasiswa didik mungkin akan merasakan sebuah pengalaman baru dan berbeda
untuk beberapa saat namun dalam jangka panjang bila hanya seperti ini saja maka
mahasiswa akan kehilangan suasana sosial dalam belajar.
Kelompok 3
Dosen di kelompok ini mengelola kuliah melalui platform LMS
(Learning Management System) dan juga mengkurasi bahan ajar yang terdapat di
internet serta secara sengaja menciptakan interaksi langsung yang terjadwal
dengan peserta didik secara sinkron. Di kelompok ini dosen dengan mahasiswa
berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan mendengar suara, atau suara dan
gambar walaupun itu dilakukan melalui teknologi. Untuk para dosen yang masuk di
kelompok 3 ini interaksi sosial menjadi agenda dari rencana pembelajaran.
Kelompok 4
Dosen di kelompok 4 ini melakukan pembelajaran daring
seperti kelompok 3 namun mereka menambahkannya dengan instruksi belajar yang
lebih bervariasi termasuk menjadikan dirinya sendiri sebagai sumber belajar
dengan cara membagikan rekaman suara atau video yang diproduksi sendiri untuk
keperluan pembelajaran daring. Dosen dapat menghasilkan instruksi-instruksi
yang memandu mahasiswa untuk bisa melakukan collaborative
learning dan experiential learning secara mandiri di tempat
masing-masing.
Tentunya
banyak faktor yang menjadikan seorang dosen berada dalam kategori kelompok
tertentu. Penguasaan dosen pada teknologi, fasilitas teknologi yang dimiliki
serta kreatifitas para dosen menjadi kunci. Apabila boleh memilih, barangkali
baik mahasiswa dan dosen lebih memilih kuliah tatap muka daripada daring karena
faktor kebiasaan serta adanya masalah pada jaringan internet yang terkait juga
dengan biaya kuota yang dikeluarkan. Hal ini bisa dipahami mengingat penggunaan
platform yang memungkinkan penggunaan audio-visual secara bersamaan dapat
menyedot kuota internet dengan lebih cepat yang artinya menjadikan biaya yang
lebih tinggi. Selain itu jaringan yang bermasalah bisa terjadi sehingga proses
kuliah tidak begitu efektif untuk tanya-jawab serta dalam hal menerangkan
materi. Mahasiswa mengeluhkan waktu yang terbatas karena para dosen lebih
banyak memberikan tugas/quiz. Para dosen yang harus bekerja di rumah ternyata
mengalami kesulitan karena di rumah pun banyak hal yang membuat mereka
terdistraksi karena menumpuknya pekerjaan lain. Hilangnya kebersamaan dengan teman-teman
dan menghabiskan waktu santai bersama sebayanya menjadi hal yang dikeluhkan
mahasiswa.
Walau begitu, terdapat dampak
positif perkuliahan secara daring ini. Baik mahasiswa dan dosen dapat lebih
leluasa dalam mengatur jadwal dan lebih dekat dengan keluarga. Selain itu waktu
untuk melakukan perkuliahan bisa lebih efektif dan fleksibel serta menyesuaikan
dengan kebutuhan mahasiswa maupun dosen. Bagi mereka yang bekerja di Jakarta
tetapi tinggal di luar kota Jakarta, kondisi ini menyebabkan mereka tidak perlu
menghabiskan waktu di jalan karena dapat bekerja dari rumah.
Paparan
di atas menunjukan bukan hanya mahasiswa yang merasakan ketidaknyamanan dalam
kondisi saat ini tetapi juga para dosen. Akan tetapi sebagai individu yang
memiliki kemampuan beradaptasi maka kita harus berupaya menyikapi kondisi ini
dengan positif karena tetap ada sisi positif dalam situasi yang ada.
TIPS MENGURANGI EMOSI NEGATIF KARENA PANDEMI COVID-19
Mahasiswa
1.Memulai awal hari dengan
kegiatan positif seperti berolahraga, berjemur, sarapan, dan mandi. Dengan
tujuan agar lebih semangat menjalani hari.
2. Membuat “list to do” kegiatan harian.
Daftar ini bertujuan agar lebih jelas dan teratur dalam mengerjakan
kegiatan di satu hari penuh dan jangan menunda nunda mengerjakan kegiatan/tugas.
3. Kerjakan tugas secara langsung tanpa ditunda.
4. Berinteraksilah, jangan ragu untuk berkomunikasi dengan teman melalui
telpon/video call membuat kita menjadi lebih semangat mengerjakan tugas, karena
bisa lebih mudah memahami penjelasan ketika mendengar suara teman secara
langsung walaupun melalui media telepon/video call.
5. Menyelingi aktivitas lain seperti menengok ke luar jendela, atau
berjalan di halaman.
6. Bersyukur.
Dosen
1. Pahami Keterbatasan : Dosen
perlu memahami kondisi yang dihadapi mahasiswa saat merancang tugas,
termasuk perangkat untuk menunjang pembelajaran daring yang dimiliki mahasiswa.
2. Metode Variatif : Pilih metode
pengajaran yang variatif agar mahasiswa tidak bosan dan lebih aktif dalam
proses perkuliahan berlangsung, misalnya sesekali menggunakan kuliah dalam
aplikasi whatsapp group atau zoom dan di waktu lain mendorong mahasiswa
mengikuti seminar gratis online dengan topik yang sesuai.
3. Deadline yang Realistis : untuk
mencapai sasaran belajar yang tepat, upayakan pemberian tugas diberikan tenggat
waktu yang realistis, sesuai dengan kesulitan tugasnya.
4. Komunikasi dengan Mahasiswa :
Jalin komunikasi dengan mahasiswa di awal pembelajaran dan pemberian tugas.
Pastikan mahasiswa paham dan meminta masukan kepada mahasiswa terkait platform
apa yang mudah dijangkau oleh mahasiswa sehingga, mahasiswa merasa dilibatkan
dan termotivasi untuk menyelesaikan dengan baik.
5. Pilih tugas yang penting :
sebaiknya dosen memilih tugas yang penting saja bagi mahasiswa. Hal itu juga
akan mengurangi beban bagi mahasiswa dan dosen yang mengoreksi.
6. Terus berinteraksi dengan
kolega di tempat kerja
7. Bersyukur
Referensi:
Hoang, Susan. 2015. Stress Among Undergraduate Distance
Learning: A Cross Sectional
Study.
Walden Dissertations and Doctoral Studies. Walden University.
Kiecolt-Glaser, J.K.; McGuire, L.; Robles, T.F.; Glaser, R.
2002. Emotions, morbidity, and
mortality:
New perspectives from psychoneuroimmunology. Annu. Rev. Psychol.
2002, 53,
83107, doi:10.1146/annurev.psych.53.100901.135217.
Li, Sijia; Wang, Yilin; Xue, Jia; Zhao, Nan dan Zhu,
Tingshao. 2020. The Impact of
COVID-19
Epidemic Declaration on Psychological Consequences: A Study on Active
Weibo Users.
International Journal of Environmental Research and Public Helath.
2020, 17,
2032. doi:10.3390/ijerph17062032
Nugraheny, Dian Erika. 2020. UPDATE 7 MEI: Bertambah 338,
Kini Ada 12.776 Kasus
Covid-19 di
Indonesia, https://nasional.kompas.com/read/2020/05/07/15544371.
(Akses, 7
Mei 2020).
Stewart, S. M., Lam, T. H., Betson, C. L., Wong, C. M., dan
Wong, A. M. P. (1999). A
prospective
analysis of stress and academic performance in the first two years
of medical
school. Medical Education-Oxford, 33(4), 243-250.
Tanan, Antonius. 2020. 4 Kelompok Pendidik Cara Daring.
https://guruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/4-kelompok-pendidik-cara-daring/
(Akses, 28 April 2020)
Posting Komentar