Mantan Buruh Bercerita Tentang Banyaknya Pelanggaran Di PT. SGPJB, Pengawas Disnaker Bungkam?
SpiritNews.media | (Kab.Serang) Mantan Pekerja atau Buruh di PT. SGPJB (Shenhua Guohua Pembangkit Jawa Bali) membagikan ceritanya kepada SpiritNews.media selama bekerja di perusahaan tersebut. Jumat, 27/11/2020.
Untuk diketahui, PT. SGPJB itu adalah perusahan patungan antara China Shenhua Energy Company Limited (CSECL) dan PT. Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI). Kepemilikan porsi saham CSECL sebanyak 70% sedangkan PJBI sebesar 30%.
Agung Mulyanto (27) salah satu mantan Buruh PT. SGPJB yang di PHK pada tanggal 15 Agustus 2020 itu, awalnya melamar kerja pada PT. APCC yang dimana Perusahaan tersebut adalah penyedia jasa outsourching di PT. SGPJB.
“Awal saya masuk kerja pada tanggal 23 September 2019. Saya dulu melamar kerja pada PT. APCC, saya melamar sebagai mekanik alat berat, tapi pada kenyataannya saya di perintah sebagai supir antar jemput (Jetty – Sunmay). Awalnya saya selalu menerima apapun kerjaannya, karena memang pada waktu itu kerja alat belum begitu sibuk. Setelah satu bulan bekerja, saya menerima gaji dari PT. IQRO yang ternyata PT. APCC telah meng Outsourching kan kepada PT. IQRO tersebut,” ungkapnya saat ditemui di kediamannya. Rabu, 25/11/2020.
Dirinya mengaku selalu mengikuti perintah dari Leader(Pimpinan,red) dari PT. APCC, namun ia merasa leadernya malah memperlakukan dirinya dengan semena-mena yang dimana menurut Agung, pekerjaan tersebut harus dilakukan oleh orang yang lebih ahli di bidangnya.
“Saya selalu mengikuti apapun perintah leader saya, meskipun itu bertentangan dengan profesi atau bidang kerjaan saya. Akan tetapi, semakin jauh dan semakin lama, leader china ini memperkerjakan saya sesuka hatinya, dari mulai saya harus bisa mengoprasikan semua alat berat (Buldozer, Whell Loader, Forklift dan Excavator), sampai yang paling jauh dari profesi saya. Saya disuruh membersihkan area lapangan batu bara yang luasnya hampir sebesar stadion bola, memungut sampah bahkan nyapu jalanan,” tuturnya
Agung bersama buruh lain sempat menerima gaji atau upah yang tidak sesuai dengan Upah Minimum Kerja (UMK) Kabupaten Serang yang saat itu angkanya mencapai Rp. 3.827.193
“Saya dengan buruh Indonesia lainnya sempet dapet gaji yang bervarian waktu itu, yang tidak sesuai dengan UMK Kab. Serang, yang ada digaji Rp.3.200.000, sampai Rp. 3.700.000, Padahal waktu itu UMK Kab. Serang nilainya Rp. 3.827.193,” jelas Agung.
Upaya Ageng bersama buruh lainnya untuk menaikan upah membuahkan hasil manis, tetapi menurut Ageng kenaikan upah tersebut harus mengorbankan 2(dua) orang temannya untuk di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
“Teman-teman melakukan aksi mogok Spontanitas pada tanggal 20 Januari 2020 dari mulai pukul 20:00 dan dilanjut sampai tanggal 21 Januari 2020, sehingga Produksi terhambat, Akhirnya barulah ada panggilan dari Management pukul 09:00 untuk Mediasi. Dan Alhamdulillah hasil mediasi membuahkan kenaikan upah pada tahun 2020 menjadi 4.200.000. Akan tetapi dari hasil tersebut ternyata memakan Korban teman saya sendiri yaitu Rohmatullah dan Indra Di PHK,” terangnya dengan nada sendu
Setelah banyaknya kejadian yang diterima Ageng bersama teman seprofesinya, akhirnya mereka sepakat untuk membentuk Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk melindungi hak-hak para buruh yang bekerja di PT. SGPJB.
“Akhirnya saya dan kawan-kawan sepakat untuk membentu Organisasi SP/SB yang Berafiliasi dengan serikat pekerja Kimir, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas bumi dan Umum (FSPKEP), dengan nama PUK SGPJB (Pimpinan Unit Kerja Shanhua Guohuo Pembangkit Jawa Bali), Kami mengambil nama PUK SGPJB,” kata Agung.
Pada tanggal 08 April 2020 Disnakertrans mengeluarkan nomor percatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (PUK SP KEP) SGPJB dengan nomor 05 / SP-KEP / PUK / SGPJB / HI / IV / 2020 pada SK pertama.
“Saya menjadi wakill ketua III dibidang Hubungan Industrial dan Advokasi, karena sebelum keluarnya nomor pencatatan dari disnaker, perusahaan melakukan Karantina Wilayah (Lockdown), sehingga ada sebagian karyawan yang terpaksa dirumahkan karena kapasitas mess yang tidak cukup dan ada juga sebagian yang menolak untuk di karantina dengan alesan tidak bisa jauh dari keluarga,” tuturnya.
“Sampai Pada bulan Juni, kontrak antara PT. IQRO dengan PT. APCC habis, alhasil teman-teman yang diluar karantina diputus kontraknya, padahal itu kontrak antara PT. IQRO dengan PT. APCC bukan dengan Karyawan, yang seharusnya saya dan teman-teman adalah karyawan PKWTT SGPJB, termaksud Hafidz (ketua pertama serikat,red) yang tidak masuk karantina juga ikut di berhentikan,” tambahnya.
Tidak Putus perjuangan karena sebagian teman buruh yang kontraknya habis, Agung bersama teman buruh lainnya yang masih bekerja terus memperjuangkan hak seprofesinya, dengan tuntutan kepada perusahaan yaitu:
1.Pekerjakan kembali karyawan yang telah di PHK
2.Kejelasan status pekerja
3.Bayar Upah dan Perkalian jam lembur sesuai dengan aturan
4.Meminta untuk bekerja normal kembali (Tidak ada Lockdown)
“Sembari menjalankan fungsi organisasi SP didalam mess, saya selalu berkonsolidasi dengan teman-teman, baik yang didalam maupun berkordinasi dengan yang diluar, dan akhirnya kita melakukan upaya bipartit dengan management. Namun upaya bipartit selalu dead lock, sampai 3x, karena dari pihak SGPJB dan APCC tidak mau menemui kami,” terangnya dengan sedikit nada kesal.
Dengan berpedoman pada UU 13 tahun 2003 pada Pasal 137 karena gagalnya perundingan itu, Agung bersama buruh lainnya kembali berencana melakukan aksi mogok kerja.
“Sesuai dengan aturan UU 13 Tahun 2003 Pasal 137 'Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja dilakukan secara Sah, Tertib dan Damai sebagai akibat gagalnya perundingan'. Dan akhirnya pada tanggal 11 Agustus 2020, saya melayangkan surat pemberitahuan mogok kerja pada jam masuk kerja pukul 07:30,” ucapnya.
Namun, belum sempat melakukan aksi mogok kerja tersebut, Agung mendapatkan panggilan dari pihak managemen perusahaan yang menyatakan bahwa dirinya sudah tidak dipekerjakan lagi di perusahaan tersebut.
"Setelah melayangkan surat, Siang harinya saya di telefon oleh pihak management untuk menghadap HRD, dan Katanya saya sudah tidak dipekerjakan lagi, dengan alasan habis kontrak. Padahal kontrak saya waktu itu habis pada bulan juni lalu. Sesuai ketentuan UU 13 Tahun 2003 Pasal 59, seharusnya saya sudah menjadi karyawan PKWTT di APCC atau SGPJB. Akan tetapi HRD nya tidak paham dan mengerti tentang UU Ketenagakerjaan, sehingga dia mengeluarkan Statement ‘Saya mah gimana orang China nya (Pimpinan Perusahaan SGPJB,red)’. Terjadilah Intimidasi kepada saya, dan sampai tanggal 15 Agustus 2020 diterbitkan lah surat PHK untuk saya, dan akhirnya saya keluar dari perusahaan,” jelas Agung.
Layanan Binwasnaker Kab. Serang Koordinator Wilayah II
Di duga banyaknya pelanggaran dari perusahaan tersebut, tim SpiritNews.media mencoba untuk meminta keterangan dari Pembinaan dan Pengawas Disnakertrans (Binwasnaker) Kabupaten Serang Koordinator Wilayah II, dalam hal ini PT. SGPJB masuk dalam pengawasan dan pembinaan, Luky A Rizal.
Ia mengaku sudah mengetahui pelanggaran – pelanggaran yang terjadi di perusahaan itu, dan pihaknya sudah melayangkan surat pemanggilan 1(satu) pada perusahaan tersebut pada bulan kemarin.
“Sebenernya saya udah tau, mulai dari PT. SGPJB ini memberikan pekerjaan kepada PT. APCC posisis APCC ini sebagai outsourching, yang meng-outsourching kan lagi kepada perusahaan local yaitu PT. IQRO, ini yang sedang kita selesaikan. Namun saat ini kita tidak bisa melakukan pemeriksaan secara komprehensif karena terbatas oleh Covid-19,” katanya saat ditemui di Kantornya. Kamis, 26/11/2020.
“Sebenernya juga saya sudah tau apa yang dipermasalahkan dan apa yang ingin disampaikan ke saya. Nota hasil pemeriksaan sudah kita keluarkan, tapikan mereka (Pihak SGPJB) pun juga tidak bisa keluar. Mereka juga sudah kita panggil,” tambahnya.
Luky juga mengakui sudah adanya pengaduan terkait upah lembur yang tidak dibayarkan oleh pihak perusahaan.
“Pengaduan itu juga sudah lama sudah masuk cerita itu, kita juga sudah sampaikan kepada pihak yang mengadu tersebut bahwa kita akan turun tapi nanti menunggu ada peluang dari pihak perusahaan (SGPJB,red),” ungkapnya.
Pemanggilan pertama, lanjut Luky, sudah disampaikan ke perusahaan, nanti ada pemanggilan kedua, dan terakhir pemanggilan paksa atau ketiga yang akan didampingi oleh pihak Polri untuk datang ke Perusahaan.
“Pemanggilan pertama dia (managemen SGPJB,red) tidak datang, pemanggilan kedua (bila-red) tidak datang, nanti artinya pemanggilan paksa dengan temen-temen dari Polri,” tuturnya. (Nanda/red)
Posting Komentar