News Breaking
Live
wb_sunny

VAKSIN COVID-19: Adu Cepat di Lintasan Vaksinasi

VAKSIN COVID-19: Adu Cepat di Lintasan Vaksinasi

Tim medis melakukan penanganan terhadap pasien dalam persiapan simulasi vaksinasi COVID-19 di Puskesmas Abiansemal I, Badung, Bali. ANTARA FOTO

Bali - Sepuluh vaksin sudah melangkah masuk ke uji klinis tahap 3. Empat di antaranya dari Tiongkok. AstraZeneca dan siap memasok vaksin per Januari. Sinovac bisa lebih cepat.Lebih cepat lebih baik. Begitulah harapan masyarakat dunia akan ketersediaan vaksin Covid-19. Penyebaran virus SAR COV-2 penyebab pandemi Covid-19 itu, masih sulit dikendalikan. Dalam dua pekan terakhir, menurut catatan Organisai Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), secara global kasus baru Covid-19 melonjak 16 dan 14 persen, dengan episentrum di Benua Eropa dan Amerika.

Vaksin menjadi harapan untuk membendungnya. Namun, sampai pekan kedua November 2020, belum satu pun bakal vaksin yang memperoleh izin edar (emergency use authorization, EUA) di sebuah negara. Kecuali Uni Emirat Arab yang mengizinkan vaksin buatan Sinopharm, Tiongkok, diujicobakan secara luas. Selebihnya, masih menunggu hasil uji klinis tahap 3.

WHO sendiri merilis ada 44 kandidat vaksin Covid-19 yang kini telah memasuki tahap clinical trial (uji klinis), yakni diuji coba disuntikkan ke tubuh relawan. Dari jumlah itu, ada 10 kandidat yang telah memasuki uji klinis tahap 3. Dengan begitu, 10 kandidat inilah yang diharapkan akan lebih dulu sampai sampai ke masyarakat melalui aksi vaksinasi.

Dari 10 bakal vaksin itu, ada empat yang dikembangkan oleh industri biomedis Tiongkok, yakni Vaksin Sinovac, Sinopharm (dua kandidat), dan CanSino. Dari Amerika ditawarkan dua kandidat vaksin masing-masing buatan Moderna dan Novavax. Biontech-Pfizer (Kanada) tak ketinggalan terjun ke ajang balap vaksinasi ini.

Dari Belgia, Jenssen Pharmaceutical Companies (anak perusahaan Johnson and Johnson) telah pula siap-siap menawarkan vaksin Covid-19. Rusia mengajukan vaksin hasil racikan Gameleya Research Institute. Adapun AstraZeneca mewakili kolaborasi Inggris-Swedia.

AstraZeneca, seperti diberitakan cbsnews.com, menyatakan siap melakukan analisa data akhir dari uji klinis tahap ketiganya pada November dan Desember ini. Chief Executif AstraZeneca Pascal Soriot yakin, analisa tersebut bisa memberikan keyakinan pada berbagai otoritas kesehatan di berbagai negara akan keampuhan vaksinnya.

Soriot percaya izin edar alias emergency use authorization itu akan segera dikeluarkan. Setelah itu, pihaknya akan mampu melayani permintaan vaksinasi di berbagai negara. ‘’Kami akan siap memasok ratusan juta dosis vaksin ke seluruh dunia mulai Januari 2021 nanti,’’ katanya.

Nantinya, AsreaZeneca akan memberikan label AZD1222 untuk vaksin barunya itu. Uji klinisnya melibatkan lebih dari 40 ribu relawan dari Inggris, Afrika Selatan, Brazil, Jepang, dan terbanyak dari Amerika Serikat (sekitar 30 ribu dari 80 kota). Tahapan uji klinisnya sempat tersendat gara-gara seorang relawan yang menerima suntikan bakal vaksin itu mengalami gejala sakit dengan gejala yang tidak lazim. Uji klinisnya dihentikan sepanjang September lalu.

Namun, setelah dilakukan evaluasi yang melibatkan otoritas kedokteran di AS, uji klinis vaksin tersebut bisa dilanjutkan. Meski sempat tertunda, AstraZeneca yakin data yang representative sudah akan terkumpul sebelum Natal 2020. Dengan demikian, awal tahun ia siap produksi.

Biontech-Pfizer dari Kanada juga optimistis bahwa sebelum tutup tahun 2020 ia sudah dapat memperlihatkan hasil uji klinisnya secara lengkap mulai tahap 1, 2, dan 3. Di awal 2021 vaksin asal Kanada itu sudah akan diproduksi yang siap memasok kebutuhan di Amerika yang masih terus dilanda pandemi berat hingga kini.

Adapun dua nama besar dalam industri biomedis asal Amerika Serikat, yakni Moderna dan Novavax, menyatakan uji klinisnya tidak bisa secepat yang diharapkan. Maka, keduanya baru bisa masuk ke arena pasar vaksin pada musim semi, yakni sekitar April 2021.

Dari Tiongkok, Sinovac punya peluang lebih cepat masuk ke gelanggang layanan vaksinasi. Sinovac telah masuk ke tahapan akhir fase tiga uji klinisnya. Selain melakukannya di Tiongkok, Sinovac pun melakukannya di Indonesia dan Brazil. Di Brazil, uji klinis itu melibatkan sekitar 9.000 relawan dan di Indonesia 1.620 relawan.

Dalam uji klinis di Brazil, Sinovac Biomedic bekerja sama dengan Butantan Institute of Biomedic dari Sao Paulo. Hasil lengkap uji klinis belum diumumkan. Hanya saja, diberitakan bahwa vaksin asal Tiongkok itu dinyatakan aman. Sedangkan efek imunogenitas, yakni kemampuan vaksin menginduksi antibodi, belum disampaikan ke publik.

Di Indonesia, uji klinis vaksin Tiongkok itu dikerjasamakan dengan PT Biofarma Tbk dan dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran Bandung. Sebanyak 1.620 relawan dilibatkan. Seperti di Brazil, dari Bandung, PT Biofarma menyampaikan bahwa vaksin tersebut aman. Tapi, efek imunogenitas dan efek afikasi (kemanjuran) belum diumumkan,

Namun, Sinovac Biomedic telah menyampaikan pada publik September lalu bahwa vaksinnya bukan saja aman, melainkan juga efektif memberikan imunogenitas kepada 98 persen relawan. Bahkan, dalam uji klinis atas 421 relawan lansia, berumur 60–89 tahun, vaksin itu pun dijamin aman dan efektif. Dari kelompok lansia itu, 98 persen mencapai imunogenitas pada level yang diharapkan.

Tidak semua pengembang vaksin itu merilis hasil uji klinisnya kepada publik. Namun, semuanya wajib menunjukkan hasil uji klinis tahap 1, 2, dan 3, kepada otoritas kesehatan di sebuah negara untuk mendapatkan izin edar. Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) adalah otoritas yang akan menentukan vaksin apa saja yang dinilai pantas menerima hak edar.

Dalam perjalanannya, industri biomedis telah mengembangkan berbagai platform vaksin. Pada kasus Covid-19, untuk menyingkat waktu Sinovac dan Sinopharm mengunakan platform klasik inactivated, yakni virus yang dilemahkan, sebagai bahan vaksin. 

CanSino, AstraZeneca, Gemaleya (Rusia), dan Jenssen Pharmaceutical memilih platform terkini yakni nonreplicating viral vector. Di sini, vaksin berisi virus yang tak mampu mereplikasi diri dalam sel manusia dan karenanya sama sekali tak berbahaya. Namun, dia berguna membawa bahan rekombinan asam nukleat khusus yang bisa menginduksi munculnya antibodi.

Novavax (AS) memilih platform protein subunit, sedangkan Moderna (AS) dan Biontech-Pfizer sama-sama menggunakan platform RNA. Semua bertujuan untuk menginduksi antibodi guna melawan virus melalui lintasan vaksinasi. 

Justru segala uji klinis itu dilakukan agar sebelum digunakan secara massal vaksin-vaksin itu secara sains telah terbukti aman, efektif, dan bisa melindungi penduduk bumi dari pandemi. (Indonesia.go.id)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar