News Breaking
Live
wb_sunny

Cerdik Sehat Ajak Masyarakat Gunakan Kemasan Bebas BPA

Cerdik Sehat Ajak Masyarakat Gunakan Kemasan Bebas BPA


Jakarta - Kesehatan selalu menjadi bahasan menarik dari waktu ke waktu. Pasalnya, kesehatan merupakan investasi seumur hidup dan ada begitu banyak informasi baru yang bisa didapatkan dari bahasan tersebut.

Cerdik Sehat sebagai sebuah organisasi yang peduli dan berfokus pada bidang kesehatan masyarakat, menggelar webinar dengan topik utama BPA pada kemasan makanan dan minuman.

Lantas, apa itu BPA? Bisphenol-A atau BPA merupakan zat kimia yang sering digunakan dalam banyak produk plastik. Biasanya sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti wadah atau kemasan plastik, botol bayi, mainan anak-anak dan masih banyak lainnya. Ternyata, BPA dikabarkan memiliki dampak buruk yang dapat mengganggu kesehatan tubuh manusia.

Sebagai organisasi yang peduli pada kesehatan, kami ingin terus mengajak masyarakat untuk cerdik menjalani kehidupan, salah satunya dengan menjaga kesehatan. Ada banyak hal yang bisa kita bahas terkait kesehatan masyarakat, salah satunya adalah hidup sehat bebas BPA.

"Hal ini penting namun kurang disadari oleh masyarakat padahal kandungan BPA mungkin saja sering ditemukan dalam peralatan sehari-hari. Lewat webinar ini, kami berharap bisa memberikan edukasi dan mensosialisasikan bahaya BPA pada kemasan makanan atau minuman kepada masyarakat,” ujar Desak Made Lidya Metasari selaku Founder Cerdik Sehat dalam webinar dengan topik utama BPA pada kemasan makanan dan minuman di Jakarta, (15/12/2020).

Sementara Dr.-Ing. Azis Boing Sitanggang, S.TP, MSc selaku pakar teknologi pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan bahwa BPA adalah monomer yang digunakan dalam pembuatan polikarbonat dan resin epoksi. Polikarbonat sendiri dikenal memiliki sifat yang kaku dan transparan. Berdasarkan sifat bawaannya tersebut, polikarbonat seringkali digunakan sebagai bahan atau wadah yang akan berkontak langsung dengan makanan atau minuman.

“Polikarbonat biasanya digunakan untuk barang-barang seperti peralatan makan, botol susu bayi, mainan bayi bahkan hingga empeng. Selain itu, digunakan juga untuk peralatan medis, tinta cetak, CD maupun DVD. Sedangkan paparan BPA paling sering terjadi melalui migrasi dari bahan kemasan yang mengalami kontak langsung dengan makanan. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah kemasan atau barang berbahan plastik dari polikarbonat maupun kemasan kaleng, khususnya untuk mengemas produk infant formula,” jelasnya.

Dokter Spesialis Anak Neonatologist dr. Daulika Yusna, SpA menambahkan,  berdasarkan informasi yang ditemukan, dampak BPA dapat dialami oleh semua orang, mulai dari bayi hingga lansia. Kabarnya, BPA menjadi zat yang dapat mengganggu sistem endokrin atau hormonal dalam tubuh.

Hal ini memicu adanya perubahan metabolisme tubuh dan berkaitan dengan resiko terjadinya masalah reproduksi, penyakit jantung, kanker, gangguan perilaku pada anak, hiperaktivitas dan gangguan lainnya.

Bagi para ibu yang memiliki anak balita, saya sarankan sebaiknya mulai selektif dalam memilih kemasan makanan dan minuman terutama untuk anak-anak. Mulai dihindari dan dikurangi penggunaan plastik sebisa mungkin. Produk-produk berbahan dasar plastik jika terkena panas atau dicuci berulang kali bisa memicu luruhnya zat kimia berbahaya yang akan mencemari makanan atau minuman anak-anak kita.

"Oleh karena itu, kita bisa mulai memikirkan alternatif peralatan lain seperti menggunakan bahan kaca, stainless steel atau silicone,” ujarnya.

Dokter Spesialis Kandungan dr. Darrell Fernando, SpOG menambahkan, meski konsumsi BPA dalam dosis tertentu masih aman, namun ada baiknya untuk menghindari bahan-bahan yang mengandung BPA. Dalam kehamilan, BPA dapat menyebabkan berbagai komplikasi kehamilan dan gangguan pertumbuhan janin.

Tak hanya itu, paparan BPA sejak dalam kandungan dikhawatirkan memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan anak.

Agar penggunaan BPA masih dalam batas wajar dan menghindari dampak yang berarti, ternyata beberapa negara telah menetapkan regulasi mengenai Tolerable Daily Intake (TDI) dan batas Specific Migration Limit (SML). Regulasi ini berguna untuk mengatur jumlah maksimum kontaminasi BPA setiap harinya.

"Beberapa negara tersebut antara lain seperti Eropa, Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, China dan Indonesia. Dalam pelaksanaannya, mereka memiliki kebijakan masing-masing," tuturnya. 

Sebagai dukungan atas kebijakan TDI dan SML, kini banyak produsen kemasan telah menggunakan alternatif bahan yang lebih aman. Sudah banyak ditemukan peralatan sehari-hari yang berlabel BPA Free atau Food Grade. Kehadiran label tersebut menandakan bahwa kemasan aman jika harus berkontak langsung dengan makanan atau minuman.

Meski demikian, kemasan-kemasan dengan label tersebut dikatakan masih bisa mengandung zat BPS atau Bisphenol-S yang sama buruknya dengan BPA.

Nucha Bachri sebagai Ibu Rumah Tangga Milenial mengatakan,  sebagai seorang ibu rumah tangga, saya selalu selektif dalam memilih kemasan untuk anak-anak. Hal ini dimulai dari peralatan makan mereka hingga barang-barang yang mereka gunakan untuk beraktivitas sehari-hari.

"Selama di rumah, biasanya kami lebih sering menggunakan peralatan yang memiliki label BPA Free atau alternatif bahan lain seperti stainless steel," jelasnya.

Webinar bertajuk “Dari Rumah Mengenal BPA pada Kemasan Makanan” ini, mengajak masyarakat terutama para orang tua milenial, untuk lebih memperhatikan kesehatan keluarga yang dimulai dari pemilihan kemasan makanan dan minuman.

Para orang tua bisa memulainya dengan menghindari penggunaan barang-barang berbahan plastik, memperhatikan kode resin atau kode plastik pada kemasan, menghindari memanaskan makanan yang dikemas dalam wadah plastik dan menghindari makanan dan minuman dalam kemasan kaleng. (InfoPublik)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar