Buoy, Pendeteksi Tsunami Super Cepat Buatan Indonesia
PT PAL Indonesia berhasil melakukan pengembangan sistem peringatan dini tsunami dalam bentuk buoy, alat terapung.
PT PAL Indonesia melalui Divisi Produksi Bidang Rekayasa Umum berhasil membangun Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-TEWS) atau sistem peringatan dini tsunami dalam bentuk buoy. Keberhasilan itu tidak terlepas dari pengalaman dalam pengembangan bangunan apung dan bertekanan.
Buoy adalah alat terapung yang dapat mendeteksi gelombang tsunami yang diakibatkan gempa bumi bawah laut. Buoy akan mengawasi dan mencatat perubahan tingkat air laut di samudera.
Dikutip dari dokumen Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami yang dibuat oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Ina-TEWS pertama kali diluncurkan pada November 2008.
Ina-TEWS memiliki dua sistem pemantauan. Yang pertama adalah sistem pemantauan darat yang terdiri dari jaringan seismometer broadband dan GPS. Yang kedua, sistem pemantauan laut (sea monitoring system) terdiri atas buoy, tide gauge, dan CCTV.
Indonesia sudah pernah memasang sejumlah buoy tsunami. Sembilan buoy dibuat Indonesia, dua buoy dibuat Amerika, satu buoy dari Malaysia, dan sembilan buoy lainnya sumbangan Jerman. Buoy-buoy ini ditempatkan di seluruh titik di lautan Indonesia, seperti di Laut Sumatra, Jawa, Flores, Maluku, dan Banda agar dapat membantu Badan Meteorologi Klimatologi dan Goefisika (BMKG) dalam memberikan peringatan dini tsunami. Namun sayang, jaringan buoy tsunami ini sempat tidak berfungsi sejak 2012 hingga 2018, karena rusak dan hilang.
Namun pada akhir Desember 2019, pemerintah kembali meluncurkan InaBuoy generasi terbaru. Alat itu dilengkapi sensor pendeteksi tekanan air bawah laut, yang dilaporkan melalui beberapa satelit ke BPPT dan BMKG dalam hitungan detik.
Pada 2019, empat InaBuoy dipasang di Pelabuhan Benoa (Bali), Pantai Selatan Jawa Timur, Pantai Selatan Jawa Tengah, dan Selat Sunda. Pada tahun depan, 20 InaBuoy akan disiapkan BPPT untuk dipasang di sekitar Ambon, Sulawesi, dan Papua serta daerah patahan megathrust yang rawan tsunami lain.
Ina-TEWS dapat mengolah informasi yang didapat dari sistem pemantauan darat dan laut dengan menggunakan perangkat decision support system (DSS) untuk menentukan apakah ada risiko tsunami setelah gempa. Setelah data tersebut diverifikasi, peringatan dini tsunami pun bisa dikeluarkan.
Dengan Ina-TEWS, BMKG mampu menerbitkan berita peringatan dini tsunami dalam kurun waktu lima menit setelah gempa bumi terjadi yang kemudian diikuti oleh beberapa kali berita pemutakhiran dan diakhiri berita ancaman tsunami telah berakhir. Berita peringatan dini berisi tingkat ancaman tsunami untuk wilayah dengan status “Awas”, “Siaga”, hingga “Waspada”.
PT PAL Indonesia yang sudah menjadi mitra BPPT RI sejak lama untuk menjadi leader hilirisasi industri InaTEWS. Hal ini pun akan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 93 tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami. Kemitraan strategis yang terjalin antara PT PAL Indonesia dan BPPT RI sebagai wujud kemandirian bangsa dan kehandalan dalam mengelola dan memanfaatkan sistem informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami.
Perlu diketahui, Indonesia terletak di simpang pertemuan tiga lempeng aktif, yaitu Indo-Australia di selatan, Eurasia di utara, dan Pasifik di timur. Posisi ini menghasilkan lebih dari 70 sesar aktif dan belasan zona subduksi. Ini pula yang memunculkan jalur gempa dan rangkaian gunung aktif di seluruh Indonesia. Setidaknya ada empat sesar (patahan) yang aktif dan sangat berbahaya bagi Indonesia.
Dengan kondisi geologi seperti itu, Indonesia menjadi salah satu negara rawan bencana di dunia. Tercatat pada awal abad 21 ini, Indonesia telah dilanda tsunami Aceh 2004 yang memakan korban hingga ratusan ribu jiwa. Setelah itu, pada 2006 tsunami kembali terjadi di selatan Pulau Jawa, kemudian 2007 di Bengkulu, 2010 di Kepulauan Mentawai, terakhir 2018 tsunami baru saja menerjang Kota Palu, Sulawesi Tengah. (Indonesia.go.id)
Posting Komentar