Selamat Datang Kendaraan Listrik
Kepala Negara meminta pemangku di sektor otomotif serius menggarap kendaraan bermotor berbasis listrik.
Dunia kini sudah memasuki era baru. Tuntutan terhadap pengurangan emisi karbon semakin menjadi sebuah keniscayaan dalam kerangka ekonomi dan lingkungan. Salah satu reaksi atas itu adalah munculnya era kendaraan listrik.
Dengan tren seperti tersebut, sebagai bagian negara dunia, Indonesia pun perlu beradaptasi, termasuk transisi menggunakan kendaraan listrik dan variannya. Tentunya, dalam membangun ekonomi kendaraan listrik nasional, harus terukur dan terencana dengan matang.
Pemerintah Indonesia sangat menyadari potensi yang ada untuk menangkap peluang industri kendaraan bermotor listrik dan industri pendukung lainnya. Semua modal dasar dimiliki bangsa ini. Dari sisi pasar, Indonesia sangat menjanjikan. Pun sumber dayanya tersedia.
Adanya dorongan kesadaran bahwa negara perlu melakukan efisiensi energi, ketahanan energi, dan konservasi energi di sektor transportasi, sesuai Paris Agreement, juga menjadi latar belakang Indonesia memulai langkah menuju industri kendaraan bermotor berbasis listrik.
Nah dalam hal itulah, menjadi komitmen pemerintah untuk mendorong percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk transportasi jalan. Bahkan, Presiden Joko Widodo sudah memberikan arahan agar semua pemangku di sektor itu serius menggarap kendaraan bermotor berbasis listrik.
Tak hanya arahan, Presiden Jokowi pun telah menyiapkan landasan hukumnya. Yakni, Perpres nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Wajib TKDN
Tidak ingin hanya jadi pasar kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, Indonesia juga ingin menjadi pemain utama dalam produksi otomotif berbasis baterai. Dalam rangka itulah, pemerintah menetapkan rambu-rambunya, yakni pemain otomotif di industri kendaraan listrik berbasis baterai roda dua dan/atau tiga tingkat wajib memenuh ketentuan komponen dalam negeri.
Pertama, periode 2019--2023, TKDN minimum sebesar 40 persen. Kedua, periode 2024 sampai dengan 2025, TKDN minimum sebesar 60 persen, dan ketiga, periode 2026 dan seterusnya, TKDN minimum sebesar 80 persen.
Hampir mirip dengan kendaraan roda dua atau tiga, penetapan kendaraan berbasis listrik baterai roda empat atau lebih tingkat penggunaan komponen dalam negeri, yakni periode 2019--2021, TKDN minimum sebesar 35 persen, Berikutnya periode 2022--2023, TKDN minimum sebesar 40 persen. Dan, periode 2024--2029, TKDN minimum sebesar 60 persen, serta periode 2030 dan seterusnya, TKDN minimum sebesar 80 persen.
Penetapan soal TKDN di kendaraan bermotor listrik berbasis baterai berarti negara ini telah menetapkan dirinya sebagai produsen industri bermotor listrik berbasis baterai. Bandingkan, Tiongkok yang telah mencanangkan roadmap kendaraan listrik sejak 2009.
Dalam satu kesempatan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pun memasang target yang ambisius. Pemerintah menargetkan produksi mobil berbasis baterai atau murni listrik pada 2030 mencapai 600 ribu unit. Sedangkan produksi sepeda motor listrik ditargetkan mencapai 2,45 juta unit.
“Target produksi ini diharapkan mampu mengurangi emisi gas buang CO2 sebesar 2,7 juta ton untuk roda empat dan lebih dan 1,1 juta ton untuk roda dua. Kami pun telah menyiapkan berbagai insentif fiskal dan nonfiskal untuk mendorong pengembangan industri tersebut.”
Dalam rangka mendorong realisasi itu, pemerintah pun menyiapkan sejumlah stimulus agar pelaku usaha di industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai tertarik menggarap peluang bisnis masa depan itu.
Pemberian Insentif
Beberapa strategi yang disiapkan Kemenperin, misalnya, pemberian insentif bagi konsumen seperti pembebasan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar nol persen kepada konsumen kendaraan listrik, pengenaan pajak daerah (PKB dan BBNKB) paling tinggi sebesar 10 persen dari dasar pengenaan PKB atau BBNKB, uang muka minimum 0 persen dan suku bunga ringan, diskon penyambungan daya listrik, pelat nomor khusus, dan insentif lainnya.
Bagi industri, mereka dapat memanfaatkan berbagai insentif seperti tax holiday, mini tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk, bea masuk ditanggung pemerintah, dan super tax deduction untuk kegiatan RD&D.
Agus pun dengan bangga menceritakan bahwa ada tiga perusahaan industri dalam negeri yang siap membangun fasilitas produksi kendaraan listrik roda empat atau lebih, dengan kapasitas 1.480 unit per tahun. “Industri otomotif salah satu sektor andalan yang memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Saat ini, tercatat ada 21 perusahaan industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang ada di Indonesia,” tuturnya.
Keseriusan Indonesia untuk masuk ke industri otomotif berbasis baterai juga terlihat semakin akseleratif setelah Kementerian BUMN mengumumkan pendirian holding Indonesia Battery Corporation (IBC) belum lama ini. Perusahaan itu didirikan untuk mengelola industri baterai terintegrasi, dari hulu sampai ke hilir.
Holding ini merupakan konsorsium dari empat perusahaan, yaitu Inalum, Antam, PLN, dan Pertamina dengan kepemilikan saham masing-masing 25 persen. Secara tidak langsung, nantinya Inalum akan menjadi pengendali IBC karena memiliki saham 50 persen,
Bagi pelaku usaha industri otomotif kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, Indonesia merupakan pasar yang menjanjikan di masa depan. Bayangkan, dengan jumlah penduduk 270 juta, rasio kepemilikan mobilnya masih rendah, yakni 99 mobil per 1.000 penduduk.
Nah, peluang ini yang bisa ditangkap investor baik pelaku usaha dalam negeri maupun asing. Masa depan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai Indonesia cukup menjanjikan meski tetap perlu waktu untuk bisa mencapai ke arah itu. (*foto Antara)
Posting Komentar