News Breaking
Live
wb_sunny

Korban Fatal akibat Penyakit Bawaan

Korban Fatal akibat Penyakit Bawaan


Investigasi dampak samping vaksin AstraZeneca dilakukan sampai ke liang kubur. Sebagian besar korban ternyata meninggal karena komorbid. Bukti langsung belum ditemukan.

Makam Trio Fauqi Firdaus dibongkar. Diawasi sejumlah dokter dan disaksikan Viki Sabbihis Fathun, kakak lelaki almarhum, jenasah pemuda yang meninggal di usia 22 tahun itu diangkat, dimasukkan ke dalam peti kayu, dan digotong ke mobil ambulans. Dari makam keluarga di Buaran, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (24/5/2021) pagi, jasad Trio Fauqi itu dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo untuk menjalani autopsi.

Langkah autopsi itu merupakan tindak lanjut laporan keluarga yang menganggap bahwa Trio meninggal karena efek samping vaksinasi AstraZeneca. Menurut pihak keluarga, usai menjalani vaksinasi pada Rabu (5/5/2021) siang, di Gelora Senayan, pekerja outsourcing sebuah BUMN itu mengalami dampak buruk. Badan Trio ngilu, demam, dan pusing kepala yang amat sangat.

Semalaman Trio Fauqi terus mengalami gejala rasa sakit yang tak pernah dialami sebelumnya, dan itu berlanjut sampai esok harinya, hingga akhirnya ia ambruk dan pingsan. Ia sempat dibawa ke sebuah klinik, namun tak tertolong. Trio meninggal jam 12.30 WIB dan dimakamkan pada hari itu juga, seusai Maghrib. Pihak keluarga melapor ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.

Laporan diteruskan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (Komnas KIPI). Tim dari Komnas KIPI dan Kemenkes pun mendatangi rumah Trio, menjumpai keluarganya, dan meminta izin menggali kubur Trio serta melakukan investigasi. Keluarga mengizinkan. Maka, dilakukanlah pembongkaran makam itu.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, ketika ditemui wartawan di Bandung,  Selasa (18/5/2021),  mengakui adanya 20 laporan terkait KIPI vaksin AstraZeneca. Tiga di antaranya meninggal dunia. Pihak Kemenkes, bersama Komnas KIPI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) turun tangan menginvestigasinya.

‘’Sejauh ini belum terbukti bahwa semua itu akibat vaksinasi, semuanya masih dalam investigasi,’’ kata Menkes Budi Gunadi . Menkes Budi mengatakan, sampai saat itu, sebanyak 1,2 juta dosis vaksin AstraZeneca telah dipakai di Indonesia. Sebagian besar digunakan di Jawa Timur dan Bali.

Investigasi sedang berjalan. Dari tiga kasus yang meninggal itu, menurut Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, satu di antaranya seorang lelaki  berusia 60 tahun, tukang ojek di Jakarta, didiagnosis meninggal karena komorbid, yakni radang paru (pneumonia) akut. Seorang lainnya, pria 45 tahun, meninggal dan didiagnosis karena Covid-19. Jadi, pria itu divaksin dalam keadaan sudah terinfeksi corona.

Sejumlah lainnya yang dilaporkan mengalami pusing-pusing, demam, menggigil, lemas, mual, atau ngilu-ngilu di badan pascapenyuntikan vaksin AstraZeneca. Oleh Kemenkes, itu disebut sebagai reaksi individual yang sering terjadi pascavaksinasi. “Kalau muncul gangguan seperti itu, segera saja minta bantuan ke rumah sakit terdekat,” kata Nadia Tarmizi.

Dari penelusuran tim ahli Kemenkes, Komnas KIPI, dan BPOM, kemudian diketahui bahwa ketiga kasus kematian terkait dengan batch (kumpulan produksi) vaksin yang sama, yakni yang berkode CTMAV-547, yang seluruhnya berjumlah 448.480 dosis, dan merupakan bagian dari 3,85 juta dosis AstraZeneca yang tiba BandaraSoekarno-Hatta, Tangerang, pada 26 Apri lalu.

Badan POM pun meminta Kemenkes menghentikan penggunaan vaksin dari batch tersebut. Maka, per 15 Mei lalu penggunaan batch itu dihentikan sama sekali. Badan POM kemudian melakukan uji toksinitas dan sterilitas vaksin dari batch CTMAV-547 itu, demi memastikan aspek keamanannya. “Kemungkinan perlu waktu satu atau dua minggu,”kata Nadia Tarmizi, dalam rilis Kemenkes yang beredar pada 17 Mei 2021.

Di luar batch CTMAV-547, vaksin AstraZeneca akan beredar sesuai jadwal dan ke  tempat yang telah ditentukan. Adapun pemakaian batch CTNAV-547 selanjutnya tergantung keputusan BPOM. Intinya, vaksin tersebut hanya akan digunakan atas jaminan keamanan dari  BPOM. Serangkaian investigasi sedang berlangsung, termasuk autopsi atas jenazah Trio Fauqi Firdaus.

Pelajaran dari Inggris-India

Di antara 14 merek vaksin yang kini digunakan di seluruh dunia, AstraZeneca adalah yang paling populer. Sampai akhir April 2021, vaksin AstraZeneca telah mendapat izin edar atau emergency use authorization (EUA) dari 132 negara. Vaksin Pfizer-BionTech yang berada pada posisi kedua mengantungi 98 sertifikat EUA. Di Eropa, 30 juta dosis AstraZeneca telah digunakan, dan di India 150 juta dosis.

Namun di sejumlah negara muncul laporan  KIPI atas penggunaan vaksin hasil racikan perusahaan dari Oxford,London itu. Semua dikaitkan dengan gejala langka penggumpalan darah (blood clot) di pembuluh darah, terutama di sekitar kepala. Di Inggris dilaporkan ada 79 kasus blood clots dengan 19 kematian, pada akhir Maret 2021, dari 11 juta penerima vaksin. 

Beberapa negara Eropa mengubah prosedur penggunaannya, setelah menemukan ada kasus blood clotspascapengenaan vaksin AstraZeneca. Probabilitas kejadiannya rendah, 1 banding 1 juta. Tapi,  beberapa negara kemudian hanya menggunakan AstraZeneca untuk kelompok usia di atas 50 tahun atau 55 tahun. Malaysia tak mencantumkan AstraZeneca untuk program vaksinasinya.

Inggris dan India tidak terganggu oleh isu KIPI blood clot itu. Di di India dilaporkan ada 26 kasus KIPI terkait AstraZeneca. Namun pemerintah India terus menggunakan vaksin ber-platform adenovirus itu seperti biasa. Alasannya, risikonya sangat rendah, yakni 0,6 kejadian per 1 juta dosis.

Bahwa Inggris, India dan banyak negara lainnya tak pernah menunda penggunaan AstraZeneca. Itu dilakukan karena sejumlah alasan. Pertama, probabilitas kejadiannya rendah. Kedua, para ahli tak menemukan bukti adanya hubungan langsung antara vaksin dan pengumpalan darah di pembuluh darah otak atau bagian perut.

Peneliti di European Medicine Agency (EMA), semacam BPOM bagi Uni Eropa, menemukan bukti bahwa para korban blood clots itu menunjukkan gejala rendahnya trombosit dalam darah. Namun, tak ada bukti hubungan kausal antara vaksin dan rendahnya trombosit.

Alasan ketiga yang membuat vaksin ini terus digunakan adalah kemanjurannya "Penggunaan vaksin AstraZeneca tetap berjalan dikarenakan vaksinasi Covid-19 membawa manfaat lebih besar,’’ ujar Siti Nadia Tarmizi.

AstraZeneca menjadi tulang punggung vaksinasi di Kerajaan Inggris yang kini telah menjangkau 57 juta warganya (85%), dan 20,3 juta (30,4 persen) di antaranya telah menerima dua dosis lengkap. Hasilnya, kasus Covid-19 harian yang mencapai 60 ribu pada awal Januari 2021, pada akhir Mei ini telah terkendali pada level kurang dari 2.000 kasus per hari.

Tsunami Covid-19 yang terjadi di India selama 18 hari terakhir ini juga menunjukkan tren yang menurun seiring gencarnya vaksinasi. Bila pada 6 dan 7 Mei, insidensi Covid-19 di India mencapai puncaknya dengan 414 ribu dan 401 ribu kasus per hari, maka pada 23 Mei angkanya sudah menyusut ke 255 ribu.

KIPI Sinovac

Tidak hanya AstraZenecam sederat laporan kasus KIPI juga menyangkut ke vaksin Sinovac, dan ada 27 orang  yang disebut mengalami fatal. Meninggal. Komnas KIPI melakukan investigasi. Hasilnya, seperti disampaikan Ketua Komnas KIPI Profesor Hindra Irawan S, dalam rapat dengar pendapat dengan DPR (20 Mei), semua kematian tersebut bukan akibat langsung dari vaksinasi.

"Dari 27 itu, 10 karena terinfeksi Covid-19, dan 14 orang karena penyakit jantung serta pembuluh darah," kata Profesor Hindra S dalam rapat yang berlangsung secara virtual itu. Selebihnya, ada 1 orang lainnya meninggal karena gangguan fungsi ginjal dan dua orang lagi karena diabetes mellitus dan hipertensi yang tidak terkontrol. (Sumber: Indonesia.go.id)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar