Bandara Jenderal Soedirman Siap Melayani Penumpang
Lanud Jenderal Besar Soedirman dioperasikan menjadi bandara sipil. Bandara Soedirman ini akan melayani lebih dari 3,5 juta penduduk. Pintu masuk ke Banyumas, Baturaden, dan Dieng.
Berjarak sekitar 75 km, Bandara Soedirman adalah terminal udara terdekat dari dataran tinggi Dieng. Untuk mencapai Baturaden, destinasi yang menyimpan banyak objek ekowisata yang cantik di lereng Gunung Slamet, juga tidak sampai 40 km. Bandara Soedirman adalah pintu masuk ke jantung wilayah Banyumasan di Jawa Tengah.
Meski belum diresmikan dan bangunan terminal belum seluruhnya rampung, Bandara Soedirman telah beroperasi. Landas pacu sepanjang 1.600 meter dengan lebar 30 meter terhampar mulus. Menara kontrol telah difungsikan. Ada pesawat ATR 72-500 Citilink yang mengaksesnya dari Jakarta dan Surabaya untuk penerbangan reguler. Sejumlah fasilitas lainnya sedang dikerjakan.
Dalam kunjungannya ke Jawa Tengah, Jumat (11/6/21), Presiden Joko Widodo menyempatkan diri meninjau Bandara Soedirman yang berada di Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga. Presiden Jokowi terbang dari Bandara Halim Perdanakusuma dengan pesawat ATR 72-600 Garuda. Di apron, Presiden Jokowi disambut Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi.
Presiden Jokowi senang mendengar Bandara Soedirman sudah beroperasi. “Ini bagus, saya senang, meskipun terminalnya masih darurat, belum selesai, tetapi airport-nya sudah dipakai. Saya kira, ini akan lebih produktif daripada kita menunggu terminal selesai, baru dilakukan penerbangan. Saya kira cara-cara cepat seperti ini yang akan terus kita lakukan di airport lain, yang masih dalam proses pembangunan,” katanya, menambahkan.
Lebih jauh, Presiden Jokowi berharap, Bandara Soedirman ini bisa memberi kontribusi, menumbuhkan ekonomi, tidak hanya di Kabupaten Purbalingga, melainkan juga di Kabupaten Banyumas, Kota Purwokerto, Kabupaten Banjarnegara, bahkan Wonosobo serta Cilacap. “Kita harapkan mobilitas orang, mobilitas barang, mobilitas logistik, semua akan menjadi lebih baik sehingga akhirnya akan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi pada wilayah Jawa Tengah bagian selatan ini,” kata Presiden Jokowi.
Bandara Soedirman ini berjarak 29 km dari Kota Purbalingga. Lokasinya tidak jauh dari Jalan Raya Purwokerto–Banjar Negara. Jaraknya dari Purwokerto 24 km dan ke Banjarnegara 17 km. Dengan demikian, lokasinya sesuai untuk melayani tiga kota kabupaten, yakni Purbalingga, Banjarnegara, Banyumas, ditambah Kota Purwokerto, yang secara keseluruhan penduduknya lebih dari 3,5 juta. Namun, seperti disebutkan Presiden Jokowi, layanannya juga bisa menjangkau Cilacap, Wonosobo, dan Kebumen.
Bandara Soedirman bukan lapangan terbang baru. Selama ini, ia dikenal sebagai Pangkalan Udara (Lanud) Jenderal Besar Soedirman. Sebelum 2015, bandara itu merupakan lanud militer tipe C yang diberi nama Lanud Wirasaba dan dioperasikan oleh TNI-AU. Nama Wirasaba sendiri diambil dari tokoh sejarah pendiri Kabupaten Purbalingga, dua setengah abad silam.
Pada 24 Maret 2015, Lanud Wirasaba berubah status dari tipe D menjadi tipe C. Baru pada 7 November 2016, lapangan terbang ini menyandang nama resmi Pangkalan Udara Jenderal Besar Soedirman. Sebagaimana banyak lanud lainnya, seperti Halim Perdanakusuma di Jakarta atau Adi Sucipto di Yogyakarta, Lanud Jenderal Besar Soedirman itu dimanfaatkan pula untuk penerbangan sipil. Sebagai bandara sipil, ia disebut sebagai Bandara Soedirman.
Nama Jenderal Besar Soedirman disematkan ke lanud tersebut sebagai tanda penghormatan TNI-AU untuk tokoh paling dihormati di antara para pejuang pendiri TNI. Jenderal Besar Soedirman sendiri adalah putra Purbalingga. Dia lahir di Desa Karangjati, Kecamatan Rembang, Purbalingga, pada 21 Januari 1916. Namun setelah ayahandanya meninggal pada 1922, Soedirman diasuh kerabatnya, Raden Cokrosunaryo, dan dibesarkan di Cilacap.
Sebagai lapangan terbang, Bandara Soedirman itu telah berusia 83 tahun. Ia dibangun Pemerintah Hindia Belanda sebagai pangkalan udara dan selesai 1938. Lanud ini dibangun untuk memperkuat sarana Angkatan Udara Hindia Belanda. Ketika bala tentara Jepang berkuasa di Indonesia, lanud ini jatuh ke tangan militer Jepang. Setelah kemerdekaan, lanud ini dikuasai TNI. Tapi, militer Belanda mengambil alihnya lewat aksi militer pada Clas I 1947, dan baru kembali ke TNI setelah penyerahan kedaulatan di akhir 1949.
Selama hampir 70 tahun, Lanud di Purbalingga ini tak banyak diperankan. Hampir tak ada skuadron khusus yang ditempatkan di sana. Maka, kebijakan menjadikannya sebagai bandara sipil adalah hal yang bisa diterima. Namun, perlu perjuangan tersendiri untuk membuatnya berperan dalam urusan bisnis transportasi dan mampu beroperasi secara komersial. Peluangnya ada. Bandara itu berada di jantung Banyumas, dan jauh dari pesaing. (*)
Posting Komentar