Membangun Lobster Estate di Lombok
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, pada akhir Mei lalu bertemu Gubernur NTB Zulkieflimansyah di Kantor KKP, Jakarta. Dalam kesempatan itu, Menteri menyatakan bahwa KKP memiliki dua skema program untuk mewujudkan Lombok sebagai pusat budi daya lobster nasional, yakni melalui program lobster estate dan kampung budi daya lobster.
Rencana Menteri Kelautan dan Perikanan menjadikan daerah itu sebagai pusat budi daya lobster nasional sebenarnya sudah disampaikan saat mengunjungi Pulau Lombok pada Maret 2021. Lobster estate adalah upaya budi daya lobster yang berteknologi dan terintegrasi.
"Pak Menteri menegaskan kembali komitmen menjadikan NTB sebagai pusat budi daya lobster nasional. Konkretnya mulai tahun ini akan ada kawasan budi daya terintegrasi, yaitu Lobster Estate di Telong Elong Lotim serta membangun Shrimp Estate di Samota," jelas Bang Zul, sapaan akrab Zulkieflimansyah, Gubernur NTB, Kamis, 27 Mei 2021, di Jakarta.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan telah melakukan dialog dengan penangkap benur dan pembudidaya lobster di berbagai sentra budi daya lobster, termasuk meninjau langsung keramba jaring apung milik masyarakat. Dalam kunjungan itu, Menteri Trenggono takjub mendengar cerita sukses seorang nelayan Lombok Timur.
Adalah Haji Rojak, salah seorang nelayan Lombok, yang bercerita bahwa dirinya berhasil mengumpulkan keuntungan Rp250 juta dalam sekali panen melalui budi daya lobster. Lobster yang dibudidayakan itu jenisnya mutiara dan pasir. Dalam setahun, keramba jaring apung berisi delapan lubang budi daya milik Haji Rojak itu mampu memproduksi sekitar satu ton lobster, dengan pemeliharan mulai dari ukuran jangkrik.
Hal lain yang menarik dari sebagian besar pembudidaya di Telong Elong adalah keterlibatan perempuan dalam menjalankan aktivitas budi daya. Istri para pembudidaya sampai rela menginap di keramba saat suami mereka mencari ikan untuk pakan lobster. Menteri Trenggono pun dibuat takjub dengan kegigihan pembudidaya Telong Elong tersebut.
Sedangkan pertemuan Menteri Trenggono dengan Gubernur NTB Zulkieflimansyah di Jakarta pada 27 Mei 2021, di antaranya, membahas hal-hal strategis maupun teknis dalam rangka mewujudkan Lombok sebagai pusat budi daya lobster nasional.
"Kenapa kita kembangkan di sana? Yang pertama NTB secara infrastruktur dan sumber daya manusia sudah memenuhi syarat, tinggal kita perkuat," ujar Trenggono.
Untuk memperkuat niatnya, kala itu, tim dari KKP juga sudah berada di Pulau Seribu Masjid guna melakukan survei, sekaligus mengumpulkan data pendukung dalam menentukan program yang akan dipilih nantinya. Sepanjang tahun lalu, berdasarkan data Pemprov NTB, produktivitas budi daya di kampung lobster Lombok Timur mencapai 82.568 kilogram atau setara Rp41,28 miliar. Sedangkan jumlah pembudidaya sekitar 147 kelompok dengan total keramba jaring apung lebih dari 8.400 lubang.
Trenggono menegaskan, pelaksanaan program pengembangan harus sesuai dengan prinsip ekonomi biru, sehingga produktivitas tambak-tambak budi daya lobster tidak mengancam kelestarian laut Lombok yang indah dan bersih. Di samping itu, ujar dia, program pengembangan harus membawa berkah bagi masyarakat, baik dari sisi ekonomi maupun sosial.
"Tahun ini kita persiapan termasuk sosialisasi kepada masyarakat. Kalau kita sudah bisa menetapkan lokasi dan sebagainya, pada 2022 pembangunan dimulai," katanya.
Sementara itu Gubernur NTB Zulkieflimansyah menjelaskan, potensi budi daya lobster di wilayah kerjanya memang belum tergarap maksimal. Bahkan, yang tergarap tidak sampai 10 persen dari total ribuan hektare area potensial.
Oleh karena itu, Gubernur NTB meyakini, rencana pengembangan Lombok sebagai pusat budi daya lobster nasional akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi daerah dan peningkatan penghasilan masyarakat. Sementara itu, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulis mengatakan, KKP selalu siap memfasilitasi seluruh akses yang bisa didukung untuk pengembangannya, meliputi akses sarana dan prasarana, pendampingan teknologi dan beragam aspek lainnya.
Dalam rangka mempersiapkan hal itu, Slamet menyatakan bahwa pihaknya segera menyusun desain atau model pengembangannya. Ia juga mengatakan, sebagai bentuk komitmen kerja sama antara KKP dan pemerintah daerah, telah ditandatangani nota kesepakatan antara Dirjen Perikanan Budidaya dan Bupati Lombok Timur, terkait sinergi dalam rangka pengembangan perikanan budi daya.
Slamet menjelaskan, nota kesepakatan tersebut meliputi kawasan pengembangan di Teluk Telong Elong dan Teluk Ekas. Adapun ruang lingkupnya, yakni sinkronisasi program pembangunan kampung lobster; peningkatan produksi komoditas lobster di kawasan Telong Elong dan Kawasan Ekas; pengembangan dan penerapan teknologi perikanan budi daya; pemberdayaan masyarakat di bidang perikanan budi daya; dan pertukaran data dan informasi.
Penetapan kawasan pengembangan kampung lobster tersebut, menurut Slamet, telah mengacu pada Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi NTB. Ia mengatakan, perairan Lombok sangat strategis karena ada dua zona yang saling mendukung yakni zona tangkap benih bening lobster (BBL), seperti di Teluk Awang-Lombok Tengah dan zona budi daya, antara lain, di Lombok Timur meliputi Teluk Jukung, Teluk Ekas, dan Teluk Seriweh Timur.
"Perairan Lombok ini sangat strategis BBL yang melimpah di beberapa titik sebagai given by Allah. Ada fenomena sink population inilah yang mesti kita manfaatkan secara mandiri. Tentu catatannya, pemanfaatan yang tidak ekspolitatif dan searah, tapi mesti terukur untuk menjamin keseimbangan siklus di alam. Itu hanya bisa dilakukan dengan budi daya dan pelepasliaran pada fase pasca-BBL (lobster muda)," katanya.
KKP, menurut dia, akan mengatur setiap subsistem bisnis yang ada mulai dari nelayan tangkap benih, pembudidaya, hingga hilirisasinya, selaras dengan kesepakatan bahwa Lombok akan jadi sentra lobster.
Ia mengemukakan, KKP akan mendorong terobosan pada strategi besar, yakni peningkatan produktivitas, efisiensi produksi, penataan tata niaga yang lebih efisien, dan penegakan hukum aktivitas ekspor BBL. Keempat strategi itu ditargetkan tuntas dalam waktu dekat dan diharapkan memberikan daya ungkit terhadap daya saing kompetitif ekspor lobster Indonesia.
Saat ini, pangsa pasar lobster dunia diperkirakan mencapai 4,43 miliar dolar AS dan diprediksi akan terus meningkat. Sebelumnya, KKP menyatakan perang terhadap praktik penyelundupan benih lobster dalam rangka menjaga aspek keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan nasional.
"Kami telah menerima arahan. Intinya kami akan tindak tegas penyelundup benih bening lobster ini. Tanpa kompromi," kata Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Antam Novambar.
Antam mengatakan, pernyataan perang terhadap penyelundupan benih lobster merupakan bentuk tindak lanjut dari pertemuan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dengan Kepala Staf TNI Angkatan Laut terkait keprihatinan atas masih ditemukannya penyelundupan benih bening lobster.
Pada akhir 2020, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengeluarkan nomor regristrasi terhadap 10.900 nelayan dari 12.000 nelayan yang diusulkan sebagai penangkap benih lobster di perairan laut. Mereka berasal dari beberapa kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat (NTB). Para nelayan yang sudah teregistrasi itu tersebar di selatan Pulau Lombok yang merupakan sentra penangkapan benih lobster, meliputi Kabupaten Lombok Timur bagian selatan, Kabupaten Lombok Tengah bagian selatan, dan Kabupaten Lombok Barat bagian selatan.
Ada juga yang tersebar di sentra penangkapan benih lobster di Pulau Sumbawa, meliputi Teluk Saleh, Labangka, Lunyuk, Pulau Moyo di Kabupaten Sumbawa. Selain itu, Teluk Cempi di Kabupaten Dompu, dan Teluk Waworada di Kabupaten Bima. (foto Antara)
Posting Komentar