Menteri ESDM: PLTU Batu Bara bukan Pilihan, Beralih ke EBT
Jakarta - Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara tak lagi menjadi pilihan, karena arah kebijakan energi nasional saat ini adalah transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan.
"Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi kecuali yang saat ini sudah committed dan dalam tahap konstruksi. Hal ini juga untuk membuka peluang dan ruang cukup besar untuk pengembangan energi baru terbarukan," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (5/10/2021).
"Pembangunan PLTU yang baru tidak lagi menjadi opsi kecuali yang saat ini sudah committed dan dalam tahap konstruksi. Hal ini juga untuk membuka peluang dan ruang cukup besar untuk pengembangan energi baru terbarukan," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (5/10/2021).
Menurut Arifin, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL 2021-2030 milik PT PLN (Persero), proyeksi penambahan kapasitas pembangkit energi fosil dalam 10 tahun ke depan hanya sebesar 19,6 gigawatt atau 48,4 persen.
Sementara itu rencana tambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan justru lebih besar mencapai 20,9 gigawatt atau sekitar 51,6 persen.
Dalam percepatan penambahan pembangkit sebesar 40,6 gigawatt selama satu dekade ke depan, pemerintah akan membuka peran perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk pengembangan pembangkit berbasis energi baru terbarukan.
Arifin menguraikan arah kebijakan energi nasional telah sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement, yaitu penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan National Determined Contribution (NDC) pada 2030 sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.
"Saat ini komitmen untuk mengatasi perubahan iklim disikapi dengan peta jalan menuju nol emisi karbon atau net zero emission," tegasnya.
Dia menyampaikan bahwa salah satu tantangan yang harus dihadapi menuju net zero emission adalah menyediakan listrik dari sumber energi yang rendah karbon.
Komitmen itu berdampak terhadap keharusan mengurangi dominasi fosil terutama batu bara pada sektor pembangkitan yang saat ini cukup besar, tapi memiliki harga yang relatif murah.
"Selain itu, industri juga dituntut untuk menggunakan energi yang rendah karbon agar produknya dapat diserap oleh pasar internasional," kata Arifin.
Sebelumnya, pemerintah telah mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL milik PT PLN (Persero) 2021-2030 yang dominan menempatkan porsi pembangkit listrik energi baru terbarukan.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan peta jalan itu dapat menjawab semua permasalahan sektor ketenagalistrikan.
"RUPTL ini lebih hijau karena porsi penambahan pembangkit energi baru terbarukan mencapai 51,6 persen lebih besar dibandingkan dengan penambahan pembangkit fosil yang hanya sebesar 48,4 persen," kata Arifin. (InfoPublik/Foto: Kementerian ESDM)
Posting Komentar