Berharap Ketahanan Pangan Segera Terwujud
Ditulis oleh Dian Novita Zebua,S.Si |
Masalah pangan bukan hanya masalah beras, yakni sekadar terpenuhinya karbohidrat. Melainkan berbagai zat gizi lainnya, seperti kebutuhan akan protein, lemak, mineral, dan vitamin. Akan tetapi, beras merupakan makanan pokok mayoritas rakyat Indonesia sehingga secara sederhana ketersediaannya yang melimpah, terjangkaunya dan kemudahan mengaksesnya menjadi salah satu barometer terpenuhinya pangan bagi rakyat. Begitu pula permasalahan mahalnya harga dan kelangkaan beras menjadi indikator belum berhasilnya Negara mencukupi kebutuhan pangan bagi rakyatnya. Sejatinya pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.
Berbicara kewajiban, negara wajib memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwasanya “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”. Melihat kondisi saat ini, berharap terpenuhinya kebutuhan pangan hingga tingkat individu merupakan hal yang sepertinya sangat sulit terwujud.
Solusi dan pendekatan yang telah dilakukan pemerintah untuk menjaga keterjangkauan dan aksesibilitas beras di antaranya dengan operasi pasar, program beras untuk keluarga miskin (Raskin), pengadaan dalam negeri, dan liberalisasi impor pangan yang diperkirakan tahun 2024 impor beras meningkat mencapai 3,6 juta ton (republika.id, 1/3/2024). Selain itu, Badan Pangan tengah menggodok regulasi terkait harga eceran tertinggi (HET) beras sehingga lagi-lagi berpotensi mengalami kenaikan pada awal Juni mendatang.
Sejauh ini apa yang telah dilakukan, tidak bisa menyelesaikan masalah mendasar dari persoalan pangan. Kebijakan digadang-gadang menjadi solusi belum terasa oleh rakyat, keterjangkauan dan aksesibilitas pangan belum mampu dinikmati oleh setiap individu rakyat, bahkan aturan yang dibuat sebagian malah menambah beban baru bagi rakyat.
Negara perlu optimal mengambil kebijakan, jangan setengah-setengah bahkan seolah ingin berlepas tangan. Negara harus mampu memotong panjangnya rantai distribusi, mengendalikan para oligarki yang hanya mencari keuntungan pribadi, menghapus aktivitas penimbunan dan menghentikan liberalisasi sektor pangan. Dalam aturan Islam, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yakni pangan, sandang, papan merupakan tanggung jawab negara. Artinya, kebutuhan tersebut harus dapat dinikmati oleh setiap individu rakyat di dalam negara. Dalam hal pangan, sistem ekonomi Islam bukan hanya fokus mengatur masalah produksi pangan seperti ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian, melainkan juga berperan penting dalam aspek distribusi pangan yang saat ini terabaikan, sampai dengan aspek konsumsi pangan. Negara memiliki tanggung jawab terhadap semua aspek tersebut sehingga akan terwujud ketahanan pangan di tengah-tengah rakyatnya.(*).
Posting Komentar